Penulis: Tere Liye
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-602-03-1411-2
Tebal: 400 halaman
Cetakan VI, Agustus 2015
PERINGATAN! Mungkin terdapat beberapa spoiler jika
belum membaca buku pertama.
Namanya Seli, usianya 15 tahun, kelas sepuluh.
Dia sama seperti remaja yang lain. Menyukai hal yang sama, mendengarkan
lagu-lagu yang sama, pergi ke gerai fast food, menonton serial drama, film, dan
hal-hal yang disukai remaja.
Tetapi ada sebuah rahasia kecil Seli yang tidak pernah diketahui siapa pun. Sesuatu yang dia simpan sendiri sejak kecil. Sesuatu yang menakjubkan dengan tangannya.
Namanya Seli. Dan tangannya bisa mengeluarkan petir.
Tetapi ada sebuah rahasia kecil Seli yang tidak pernah diketahui siapa pun. Sesuatu yang dia simpan sendiri sejak kecil. Sesuatu yang menakjubkan dengan tangannya.
Namanya Seli. Dan tangannya bisa mengeluarkan petir.
~~~
Sudah enam bulan berlalu sejak pertempuran besar
di Kota Tishri. Kini Raib, Seli, dan Ali kembali menjalani kehidupan normalnya
masing-masing sambil menunggu Miss Selena yang sedang mencari informasi di Klan
Bulan. Ketika Miss Selena akhirnya kembali, ia membawa kabar bahwa mereka akan
mengunjungi Klan Matahari untuk membuat persekutuan.
Kami telah kembali ke Klan Bumi. Tapi dengan semua kejadian di Klan Bulan, hanya soal waktu kami akan kembali berpetualang ke dunia paralel itu.
Ketika hari itu tiba, Ra, Seli, dan Ali
bersiap-siap dan menunggu Miss Selena. Ternyata guru matematika mereka tidak
datang sendiri, ia membawa Av dan Ily, anak tertua Ilo. Setibanya disana,
mereka langsung disambut dengan ramah. Kebetulan, Klan Matahari sedang mengadakan
Festival Bunga Matahari. Namun apa yang terjadi selanjutnya?
Mereka baru saja tiba namun, mereka ditunjuk
sebangai kontingen untuk mengikuti kompetisi menemukan bunga matahari yang
pertama mekar di Klan Matahari. Bayangkan, menemukan bunga pertama kali mekar
di seluruh negeri??? Kompetisi tersebut sangatlah berbahaya, karena untuk
menemukan petunjuknya, mereka harus menghadapi rintangan-rintangan yang
berbahaya bahkan nyawa mereka bergantung pada keputusan mereka. Selain itu,
seiring berjalannya waktu, ada hal yang ganjil soal perlombaan itu.
“Ketahuilah, mau seberapa maju teknologi di dunia ini, mau bagaimanapun mereka mengubah peraturan kompetisi, maka sejatinya kompetisi ini tetap tentang alam liar. Kamu tidak membutuhkan kekuatan besar, atau senjata-senjata terbaik untuk menemukan bunga matahari pertama mekar. Kamu cukup memiliki keberanian, kehormatan, ketulusan, dan yang paling penting mendengarkan alam liar tersebut.”
Akankah
mereka berhasil melalui rintangan-rintangan dan menemukan petunjuknuya sebelum
kontingen lain, serta menemukan bunga matahari pertama yang mekar? Apa yang
ganjil dalam kompetisi tersebut?
Source: here |
Setelah menamatkan buku pertama, harus kuakui
bahwa aku sangat tidak sabar untuk membeli buku keduanya dan melanjutkan
petualangan Ra, Seli, dan Ali. Bahkan ketika membelinya, aku langsung
membacanya dan langsung tidak bisa
berhenti karena penasaran atas apa yang akan terjadi berikutnya. Buku ini
memang penuh dengan petualangan yang seru sekaligus menegangkan.
Awalnya, setelah membaca sinopsisnya, aku
mengira bahwa buku ini akan ditulis menggunakan sudut pandangnya Seli. Ternyata
masih menggunakan sudut pandangnya Ra. Akan tetapi, itu tidak mengecewakan,
malah aku terkesan dengan Ra ini karena ia semakin berani dan lebih dewasa dari
buku pertamanya. Tentu saja, persahabatan antara Ra dengan Seli dan Ali juga semakin
erat, meskipun Ali ini membuat Ra dan Seli jengkel. Senang rasanya melihat
interaksi antara mereka bertiga ini.
Pada buku kedua ini, ceritanya berfokus pada
petualangan mereka mencari bunga matahari pertama yang mekar dan penuh dengan aksi
yang tentunya seru. Jujur saja, aku mengharapkan penjelasan atas pertanyaan
yang muncul dari buku pertamanya. Terlepas dari itu semua, petualangan tersebut
tidak mengecewakan karena petualangan
tersebut sangat-sangatlah tegang!! Bahkan aku sampai tidak bisa berhenti
membacanya dan cemas karena ingin tahu apa yang akan terjadi berikutnya. Sama
seperti buku terdahulunya, sang penulis masih menggunakan kalimat yang
mengundang rasa penasaran di setiap akhir bab.
Jika dibuku pertama penulis mengajak pembaca berpetualangan
di Klan Bulan, maka seperti yang sudah kujelaskan di ringkasannya, pada buku
kedua ini penulis mengajak pembaca untuk berpetualangan di Klan Matahari. Tentu
saja, sang penulis menggunakan bahasa yang mudah dipahami, sehingga mudah untuk
membayangkannya. Pendeskripsian tentang Klan Matahari ini sangatlah membuatku
terkesan. Bahkan ketika membacanya, aku merasa seperti menonton film di otakku
dan juga ikut merasakan rasa kagum, ngeri, dan sebagainya ketika membayangkan
apa yang dideskripsikan oleh sang penulisnya.
Tentu saja, ada banyak kehadiran tokoh baru di
buku ini namun, hanya satu karakter yang sangat berkesan bagiku, yaitu Ily yang
merupakan anak tertua Ilo. Ily membantu dan menemani Ra, Seli, dan Ali
berpetualangan untuk menemukan bunga matahari pertama mekar. Ia sangat disiplin
dan peduli kepada rekan-rekannya.
Selain itu, buku ini akan terkesan sangat serius
jika tidak ada kehadiran tokoh yang satu ini, ya, tokoh itu adalah Ali! Sama
seperti buku terdahulunya, Ali ini pandai mencairkan suasana bahkan ketika
sedang ketakutan. Terkadang aku merasa sebal karena ia sering mengeluh saat
diperjalanan. Namun, ada juga momen yang lucu ketika ia melontarkan lelucon.
Terlepas dari itu semua, aku terkagum akan penjelasan geniusnya.
“Kalau harimau itu lapar, bisa jadi hewan buas ini memakan kita. Ini menyebalkan. Kenapa mereka tidak memberikan ayam raksasa, atau bebek raksasa saja untuk ditunggangi. Itu jauh lebih aman.”
“Monyet-monyet ini sepertinya tidak pernah diajarkan definisi berbagi. Mereka seharusnya belajar dengan kurikulum baru, tematik. Dengan tema berbagi kepada sesama makhluk hidup.”
Dibandingkan buku pertamanya yang masih dibantu
dengan bantuan orang dewasa, Ra, Seli, dan Ali menjadi lebih berani dan
menghadapi rintangan-rintangan sendiri tanpa bantuan orang dewasa, selain Ily.
Terutama Ra, seperti yang kubilang tadi, ia menjadi lebih dewasa dan lebih
sabar. Selain itu, ia juga yang menghibur Seli yang cemas.
Sejauh ini, aku menyukai alurnya yang penuh
dengan aksi-aksi menegangkan. Ketika membacanya, aku sangat dibuat penasaran
ketika rahasia-rahasia mulai terungkap perlahan. Hal itu yang membuat aku tidak
berhenti membaca dan bahkan tidak sadar bahwa sudah mencapai ke endingnya. Saat
menamatkan buku ini, aku tidak bisa berkata-kata. Dan aku menjadi tidak sabar
untuk buku ketiganya!
“Sungguh ada banyak hal di dunia ini yang bisa jadi kita susah payah menggapainya, memaksa ingin memilikinya, ternyata kuncinya dekat sekali: cukup dilepaskan, maka dia datang sendiri. Ada banyak masalah di dunia ini yang bisa jadi kita mati-matian menyelesaikannya, susah sekali jalan keluarnya, ternyata cukup diselesaikan dengan ketulusan, dan jalan keluar atas masalah itu hadir seketika.”
Rating:
4.5/5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar