Penulis: Moira Young
Penerjemah: Lulu Fitri Rahman
Penerbit: Mizan Fantasi
Tebal: 504 halaman
Cetakan I, Juli 2012
Mereka menjulukinya Malaikat Kematian. Setiap kemunculannya membuat semua petarung lain bergidik ngeri, sementara penonton justru menyambut penuh gempita. Saba, sang Malaikat Kematian, tak pernah memedulikan apa pun dalam bertarung. Dia hanya berusaha tetap hidup. Demi menyelamatkan Lugh, kembarannya. Demi mencari sebuah penjelasan.
Saba harus keluar dari tempat itu. Di tengah ketatnya penjagaan terhadap para petarung, nyaris tak ada celah terlihat. Saba tahu, dia hanya harus menunggu lebih sabar. Namun, apa artinya kesabaran di tengah desakan waktu yang kian menghimpit? Malam pertengahan musim panas sebentar lagi tiba. Terlambat sedikit saja, Lugh akan tewas demi memenuhi ambisi seorang penguasa gila.
Saba tidak sendiri. Ada Jack. Pemuda itu telah mencuri perhatiannya dengan janji akan menemani perjalanan mencari Lugh. Namun, akankah Saba percaya sepenuhnya ketika Jack pun memiliki alasan tersembunyi?
~~~
Saba dengan kakak kembarnya yang bernama Lugh, adiknya Emmi, dan Ayahnya yang dibuku ini disebut Pa tinggal di Silverlake yang gersang. Ibunya meninggal setelah melahirkan Emmi. Suatu hari, datanglah badai pasir dan 4 orang yang berjubah hitam yang disebut Tonton. Mereka menculik Lugh dan membunuh Pa sehingga yang tersisa hanya Saba dan Emmi. Karena Lugh selalu ada di sisi Saba bisa dibilang kalau Lugh kemana-mana Saba ngikutin. Saba seperti gabisa hidup tanpa Lugh, sehingga ia berjanji untuk menemukan Lugh dan menjaga Emmi sesuai janji Lugh. Untunglah Pa punya kenalan yang berada di Crosscreek, namanya Mercy sehingga Saba bisa menitipkan Emmi disana.
Perjalanan menuju Crosscreek tidaklah mudah ditambah Emmi yang memperlambat langkah. Setelah menitipkan Emmi kepada Mercy, Saba mendapatkan informasi dari Mercy bahwa Lugh kemungkinan berada di Hopetown. Perjalanan menuju Hopetown pun juga sulit karena harus menyeberang Sandsea-Lautan Pasir. Di tengah-tengah perjalanan dan ditemani Nero, burung gagaknya, Emmi malah kembali menyusul karena Emmi ingin ikut mencari kakaknya. Bertambahlah hambatannya. Bertambah lagi ketika mereka ditangkap oleh pasangan Pinch yang bernama Rooster Pinch dan Miz Pinch. Tujuan penangkapan tersebut, mereka akan menggunakan Saba sebagai pertarung Kerangkeng di Hopetown dan menggunakan Emmi sebagai budak mereka.
Tentunya sebagai pertarung di Kerangkeng dan tidak ada jalan keluar serta hanya boleh menerima kekalahan sebanyak 3 kali. Jika lebih maka akan menerima pukulan massa yang berujung kematian. Oleh karena itu, Saba berjuang agar dapat keluar dari situ. Berhasilkah Saba keluar dari situ? Apakah upaya menemukan Lugh jadi sia-sia?
Menurutku, buku ini tidak mengecewakan! Seru kok, terjemahannya mudah diikuti meskipun ada beberapa yang agak kurang pas (aku lupa yang mana, hehe). Rintangan-rintangan yang harus dihadapi Saba ternyata seram seperti Sandsea, disana lautan pasirnya berpindah-pindah dan mengubur pemukiman-pemukiman. Aku mengira buku ini tokohnya ga banyak paling sekitar 5 orang. Perkiraanku ternyata salah, selain ditemani Emmi dan Nero, Saba ga sendiri dalam perjalanannya menemukan Lugh. Ada Jack juga yang sarkatis, pintar tetapi disinopsis bilang kalau dia punya alasan lain. Nah, aku ga merasakan kalau Jack punya alasan lain dan gejolak yang dimiliki Saba kurang dijelaskan. Sepertinya dibuku pertamanya belum digali secara luas karena buku ini memang difokuskan ke 1 tujuan yaitu, menyelamatkan Lugh.
Sepertinya ceritanya diceritakan dengan latar waktu masa depan, karena adanya sebutan 'Kaum Pemusnah'. Awalnya aku bingung kaum pemusnah itu apa, seiring berjalannya cerita akan diceritakan teknologi-teknologi kaum pemusnah. Ternyata kaum pemusnah itu (kalian baca saja). Kesannya unik, penulis menggambarkan kaum pemusnah itu,
Diceritakan melalui sudut pandang pertama dari pihak saba, ketika membaca buku ini juga menguras emosi, aku ikut-ikutan sebal sama Emmi yang keras kepala, merasakan persahabatan-persahabatan Saba dengan beberapa anggota Rajawali Bebas. Masih tokoh lainnya selain tokoh yang kusebut. Buku ini dilengkapi dengan ketegangan serta action, action Saba ketika pertarungan juga masih kurang dijabarkan, tetapi itu tidak membuat menurunkan semangatku untuk membaca buku ini. Buku ini memang bisa dibilang unsur romancenya ga terlalu banyak atau ga terlalu menonjol.
Endingnya juga membuatku penasaran, bukan penasaran terhadap nasib Saba selanjutnya tetapi, kemunculan DeMalo yang misteriuslah yang membuatku penasaran. Tokoh DeMalo memang gabanyak berperan dibuku ini dan belum banyak ngomong.
Tentunya sebagai pertarung di Kerangkeng dan tidak ada jalan keluar serta hanya boleh menerima kekalahan sebanyak 3 kali. Jika lebih maka akan menerima pukulan massa yang berujung kematian. Oleh karena itu, Saba berjuang agar dapat keluar dari situ. Berhasilkah Saba keluar dari situ? Apakah upaya menemukan Lugh jadi sia-sia?
Menurutku, buku ini tidak mengecewakan! Seru kok, terjemahannya mudah diikuti meskipun ada beberapa yang agak kurang pas (aku lupa yang mana, hehe). Rintangan-rintangan yang harus dihadapi Saba ternyata seram seperti Sandsea, disana lautan pasirnya berpindah-pindah dan mengubur pemukiman-pemukiman. Aku mengira buku ini tokohnya ga banyak paling sekitar 5 orang. Perkiraanku ternyata salah, selain ditemani Emmi dan Nero, Saba ga sendiri dalam perjalanannya menemukan Lugh. Ada Jack juga yang sarkatis, pintar tetapi disinopsis bilang kalau dia punya alasan lain. Nah, aku ga merasakan kalau Jack punya alasan lain dan gejolak yang dimiliki Saba kurang dijelaskan. Sepertinya dibuku pertamanya belum digali secara luas karena buku ini memang difokuskan ke 1 tujuan yaitu, menyelamatkan Lugh.
Sepertinya ceritanya diceritakan dengan latar waktu masa depan, karena adanya sebutan 'Kaum Pemusnah'. Awalnya aku bingung kaum pemusnah itu apa, seiring berjalannya cerita akan diceritakan teknologi-teknologi kaum pemusnah. Ternyata kaum pemusnah itu (kalian baca saja). Kesannya unik, penulis menggambarkan kaum pemusnah itu,
Diceritakan melalui sudut pandang pertama dari pihak saba, ketika membaca buku ini juga menguras emosi, aku ikut-ikutan sebal sama Emmi yang keras kepala, merasakan persahabatan-persahabatan Saba dengan beberapa anggota Rajawali Bebas. Masih tokoh lainnya selain tokoh yang kusebut. Buku ini dilengkapi dengan ketegangan serta action, action Saba ketika pertarungan juga masih kurang dijabarkan, tetapi itu tidak membuat menurunkan semangatku untuk membaca buku ini. Buku ini memang bisa dibilang unsur romancenya ga terlalu banyak atau ga terlalu menonjol.
Rating:
4.5/5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar